Setiap 20 Oktober diperingati sebagai Hari Osteoporosis Sedunia.
Osteoporosis termasuk silent disease atau tak menunjukkan gejala jelas sehingga baru diketahui saat terjadi patah tulang atau pemeriksaan kepadatan tulang (BMD).
Karena itu, pencegahan penting dilakukan, untuk mencapai massa tulang yang maksimal hingga usia dewasa dan meminimalkan risiko patah tulang di usia lanjut.
Spesialis bedah tulang dr.
Oryza Satria, SpOT(K) mengatakan perempuan berusia di atas 50 tahun dan sudah mengalami menopause lebih rentan mengalami osteoporosis.
Terlebih jika ia memiliki massa tulang yang rendah.
“Yang paling rentan itu wanita di atas umur 50 tahun, terus sudah menopause.
Terlebih kalau di masa mudanya orang-orang itu kurang aktivitas fisik, kemudian indeks kalsium dan proteinnya kurang di bawah rekomendasi.
Itu berisiko tinggi terkena osteoporosis karena berhubungan dengan big bone mass,” kata dokter di RSUP Fatmawati Jakarta itu.
Satria mengatakan kondisi osteoporosis berisiko terjadi pada perempuan di atas 50 atau 60 tahun yang sudah menopause karena berkaitan dengan penurunan level hormon estrogen yang berpotensi terjadinya penurunan massa tulang.
Menurutnya, massa tulang yang rendah dapat meningkatkan risiko osteoporosis.
Dia mengatakan kepadatan tulang tertinggi terjadi antara usia 20-40 tahun.
Oleh sebab itu, orang dewasa seharusnya bisa mencapai massa tulang yang maksimal di periode emas tersebut sehingga dapat terhindar dari osteoporosis di masa tua.
“Sebisa mungkin kita harus mencapai big bone mass di usia itu sebagai tabungan nanti di masa tua.
Penurunan kepadatan tulang itu tidak akan terhindarkan, terutama pada wanita usia 50-60 tahun ke atas yang sudah mengalami menopause,” jelasnya.
Rajin memeriksakan tulangIa menganjurkan perempuan di atas 50 tahun, apalagi di atas 60 tahun, dan sudah menopause untuk skrining atau memeriksakan kondisi kepadatan tulang (BMD).
“Dari BMD itu akan diperiksa biasanya tulang belakang, tulang panggul, dan tulang tangan.
Nanti ada bacaannya, biasanya akan dibaca oleh dokter apakah ini normal, kondisi sesuai usia, apakah osteopeni atau kepadatan tulangnya rendah, apakah osteoporosis.
Nanti tergantung dokternya mau memberikan terapi apa,” terang Satria.
Ketika orang telah mengalami patah tulang pada pergelangan tangan di usia lebih dari 50 tahun, dia juga merekomendasikan untuk dilakukan skrining.
Patah tulang pada pergelangan tangan di atas usia 50 tahun dapat menunjukkan prediktor terjadinya patah tulang di bagian lain, seperti tulang belakang dan tulang panggul yang berkaitan dengan osteoporosis.
“Jadi tujuannya skrining itu adalah mengetahui faktor risiko, juga jangan sampai jatuh.
Memang faktor internal dan eksternalnya, terutama kondisi rumah dan tempat kerja, itu harus dimodifikasi jika sudah terdeteksi terjadinya osteoporosis,” katanya.
Walau faktor primer osteoporosis berhubungan dengan perempuan lansia, Satria menambahkan osteoporosis tidak hanya disebabkan oleh proses penuaan melainkan juga bisa terjadi karena penyebab lain, seperti penyakit yang mendasari, misalnya penyakit genetik atau hormonal, gaya hidup yang tidak banyak aktivitas, hingga mengonsumsi makanan yang tidak bergizi.
“Bisa menyerang siapa saja.
Apalagi kalau misalnya ada penyakit genetik yang mendasari, misalnya yang jelas itu osteogenesis imperfecta, di mana terjadi gangguan dari lahir terhadap pertumbuhan dan pembentukan tulang.
Kemudian ada pula marfan sindrom, dan lain-lain,” tegasnya.